Tadulako Master Law Journal
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ
<p>TADULAKO MASTER LAW JOURNAL is published by Postgraduate Program, Law Faculty Tadulako University Palu-Central Sulawesi Indonesia.<br>TADULAKO MASTER LAW JOURNAL is an open-access peer reviewed journal that mediates the dissemination of academicians, researchers, and practitioners in law. The Editorial aims is to offer an academic platform for cross-border legal research in which boundaries of the specific topic issues such as Civil Law, Criminal Law, Constitutional Law, Administrative Law and International Law.</p> <p> </p> <p> </p> <p><a title="web stats" href="https://statcounter.com/" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://c.statcounter.com/12354888/0/910800ce/0/" alt="web stats"></a> <a href="https://statcounter.com/p12354888/?guest=1">View My Stats</a></p>Universitas Tadulakoen-USTadulako Master Law Journal2579-7670IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA DELINKUENSI
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/198
<p>Permasalahan dalam penelitia ini yaitu (1).Bagaimana Implementasi restorative justice dalam penyelesaian perkara delinkuensi di Polres Donggala? (2). Apa yang menjadi hambatan penyelesaian restorative justice terhadap perkara delinkuensi?Tujuan penelitian (1)untuk mengetahui, memahami, dan menganalisa bagaimana Implementasi <em>restorative justice </em>delinkuensi di Polres Donggala. (2)untuk mengetahui, memahami, faktor hambatan dalam penerapan prinsip <em>Restorative Justice</em> dalam perkara delinkuensi. Metode penelitian yuridis empiris, yakni penelitian langsung di lapangan yang didukung oleh undang-undang dan buku- buku yang terkait dengan penelitian ini bagaimana mengungkap hukum yang hidup dalam masyarakat. Data yang diutamakan dalam penelitian ini adalah data prime, dapat diperoleh suatu gambaran yang nyata dari praktek dalam proses penyelidikan dalam perkara anak. Hasil pembahasan dalam penelitian ini, Penulis memperoleh kesimpulan, bahwa Implementasi restorative justice dalam penyelesaian perkara delinkuensi di Polres Donggala belum secara optimal, dari beberapa laporan yang masuk di Polres Donggala belum memenuhi penyelesaian perkara secara restorative justice karena tidak adanya kesepakatan antara kelurga korban dan keluarga pelaku. Hambatan dalam penerapan restorative justice terhadap perkara delinkuensi yang berhadapan dengan hukum, yaitu kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aturan pelaksanaan restorative justice, faktor waktu karena sulitnya mempertemukan kuluarga pelaku dan keluarga korban, dan faktor ganti rugi yang menghambat proses penyelesaian perkara/ perdamaian antara korban dan pelaku.</p>Hamka MuchtarBenny Diktus Yusman
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234214615810.22487/tmlj.v4i2.198ANALISIS KEJAHATAN BEGAL DENGAN MOTIVASI PERAMPOKAN DI KOTA PALU
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/199
<p>The research problem is the cause of robbery criminal act in Palu and the obstacles faced by law enforcement officials in eradicating the criminal act of robbery in Palu City. The analytical method used in this research was data analysis in which the results of the research are the factors causing the robbery criminal act in Palu, namely the influence of inadequate economic needs the rise of consumerism and materialism, media, weak social supervision, Bullying, hoodlum, education,unfavorable environment, cultural differences, religious factors, and waves of urbanization. The constraints faced by law enforcement officials in eradicating robbery criminal act in Palu are lack of information, psychological conditions of victims,time and location, absence of perpetrators (still in the investigation), lack of community participation, and lack of witnesses and goods evidence.</p>Ryan Dirgantara
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234215917310.22487/tmlj.v4i2.199PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN USAHA WARALABA (FRANCHISE)
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/200
<p><em>Di Indonesia aturan hukum mengenai Waralaba (Franchise) belum lengkap, mengingat pengaturan melalui undang-undang belum tersentuh oleh pemerintah. Hal ini diperlukan untuk menghindari pelaku usaha waralaba dari kerugian yang tidak diinginkan karena belum lengkapnya perangkat hukum yang melindungi mereka.Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah tanggung jawab franchisor terhadap pemodal waralaba apabila terjadi kerugian terhadap brand yang dibeli dan bagaimana perlindungan hukumnya kepada para pelaku usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil</em><em> Tanggung jawab pemberi waralaba dalam sebuah perjanjian waralaba dibatasi pada kewajiban Asistensi (Bimbingan, konsultasi, Pemilihan lokasi usaha, pelatihan, penyediaan peralatan, dam bahan baku) dan bila terjadi kerugian terhadap brand yang dibeli menjadi tanggung jawab penerima waralaba. mengenai perlindungan hukum para pihak telah dijamin dalam ketentuan per-undang-undangan yang berlaku, meski dalam kontrak yang disepakati para pihak belum sepenuhnya terjamin khusus bagi pihak penerima waralaba.</em></p>Eka Amanda Putri
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234217420010.22487/tmlj.v4i2.200PENEGAKAN SANKSI DALAM HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PERUSAKAN HUTAN
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/201
<p><em>Forest destruction in Indonesia is threatened by severe sanctions in criminal law, because it is a forestry crime regulated on Article 12, 14, 15, 16, 17, 19-28 in Law number 18 of 2013 that concerning prevention and eradication of forest destruction. The legal instrument is expected to sanction to prevent and combat forest destruction in Indonesia. But the fact shows that the deforestation rate in the last five years forest destruction in Indonesia has reached 2.83 million ha per year. In Central Sulawesi of 2014, forest damage caused by fires was 70.73 ha. The consequence would certainly be the problem of how the role of enforcement of sanctions in criminal law to perpetrators of forest destruction</em><em>.</em></p> <p><em>The research methods were statute approach and conceptual approach with normative legal type research and the source of legal materials were primary, secondary and tertiary, which is supported by sociological juridical research, and content analysis.</em></p> <p><em>The results of this research show the criminal sanction system adopted in the law on the prevention and eradication of forest destruction is a cumulative system, with the threat of maximum and minimum penalties. The threat of punishment (sanctions) is quite severe, but it is very dependent on the integrity of law enforcement in implementing criminal sanctions against perpetrators of forest destruction, because there is still a tendency for the weak enforcement of witnesses (punishments) to perpetrators of forest destruction.</em></p> <p><em>Enforcement of criminal law witnesses in terms of forest destruction is still strongly influenced by several factors that are closely related to the factors of effectiveness of law enforcement such as: Law, Implementing Law, Facilities and Community Legal Awareness/Culture. Other factors that influence the enforcement of legal sanctions are still weak coordination between law enforcers (Police, Prosecutors and Courts) so that it is very vulnerable to creating conflicts of interest. This is one of the obstacles in the enforcement of criminal acts in the forestry sector. And the influence on application of criminal sanctions to perpetrators of forest destruction because they are still oriented to the principle of ultimum remedium which should use primum remedium (as the main way) because the act of forest destruction is an act that can directly or indirectly endanger the humans lives.</em></p>Maryanto Mantong Pasolang
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234220121310.22487/tmlj.v4i2.201PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PEMENUHAN HAK- HAK TAHANAN DI RUMAH TAHANAN NEGARA KELAS II A KOTA PALU DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/202
<p>Bagaimana perlindungan hokum dalam pemenuhan hak- haktahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia ?, Bagaimana efektifitas perlindungan hokum dalam pemenuhan hak-hak tahanan di RumahTahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hokum dalam pemenuhan hak- hak tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia, Untuk mengetahui dan menganalisis efektifitas perlindungan hokum dalam pemenuhan hak-hak tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Yuridis Empirik. Hasil Penelitian Menunjukkan bahwa Perlindungan hokum dalam pemenuhan hak- hak tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini disebabkan karena ratsio ketersediaan sumber daya aparat Rutan dengan jumlah tahanan tidak berimbang dan minimnya sarana dan prasarana Rutan Kelas II A Kota Palu. Efektifitas perlindungan hokum dalam pemenuhan hak-hak tahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Kota Palu dalam perspektif Hak Asasi Manusia belum efektif. Belum efektifnya pemenuhan hak-hak tahanan factor struktur/aparat, ketersediaan sarana-prasarana, rendahnya kualitas pengawasan dan factor budaya dalam penyelenggaraan Rumah Tahanan Negara.</p>Debby Lutfia Rahmawati
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234221423810.22487/tmlj.v4i2.202KEWENANGAN DALAM PENETAPAN STATUS BENCANA
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/203
<p>Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, standar pengategorian status bencana apakah termasuk bencana daerah atau nasional sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat 3 belum ada. Selain itu, parameter dalam ayat 2 tersebut juga belum didetailkan untuk dapat menentukan tingkatan bencana. Belum adanya kesepakatan yang jelas dan terukur untuk menentukan sebuah peristiwa sebagai bencana dan menentukan status bencana dapat mengancam keefektivan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengelolaan bantuan bencana. Hal ini akan berpengaruh pula pada akuntabilitas dan transparansi kegiatan dan pendanaan. Padahal, penetapan status bencana merupakan proses yang penting karena akan berdampak pada sistem penganggaran kegiatan penanggulangan bencana serta sumber dana penanggulangan bencana, dalam hal ini apakah bersumber dari APBD kabupaten/kota/provinsi atau APBN dan berimplikasi pula pada pengerahan sumber daya yang ada. Oleh karena itu permasalahannya yaitu : Apakah kriteria dalam penetapan status kebencanaan dan Bagaimana akibat hukum dalam penetapan status kebencanaan. Metode yang digunakan pada penelitian ini Jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah <em>Normatif, </em>yaitu menelaah Peraturan Perundang-Undangan maupun hasil-hasil penelitian, pengkajian serta referensi lainnya yang terkait dengan Kewenangan Dalam Pentapan Status Bencana, dengan tidak mengabaikan adanya penelitian <em>Yuridis Empiris. </em>Kesimpulan dari penelitian ini Belum adanya kesepakatan yang jelas dan terukur untuk menentukan sebuah peristiwa sebagai bencana dan menentukan status bencana dapat mengancam keefektivan penyelenggaraan penanggulangan bencana dan pengelolaan bantuan bencana. Hal ini akan berpengaruh pula pada akuntabilitas dan transparansi kegiatan.</p>Moh. Rifaldi
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234223925110.22487/tmlj.v4i2.203PROSEDUR PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/204
<p>Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia dan untuk mendukung perekonomian nasional serta perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk Memahami prosedur penggunaan tenaga kerja asing setelah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dengan dua pendekatan masalah yaitu pendekatan perundang-undangan (<em>statute approach</em>) dan pendekatan konsep (konseptual approach). Diperoleh simpulan sebagai beribut: Prosedur penggunaan TKA setelah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yaitu harus memiliki RPTKA sebagai izin kerja TKA selanjutnya mengurus Vitas yang diperlukan TKA untuk melakukan perjalanan ke Indonesia, setelah tiba di Indonesia TKA perlu mengurus Itas sebagai dasar yang diperbolehkan bekerja di Indonesia sampai diterbitkan Kitas sebagai pegangan untuk TKA yang bekerja di Indonesia, Prosedur penggunaan tenaga kerja asing berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing bertentangan dengan UUD NRI 1945, UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.</p>Nur Syaffirah
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234225226410.22487/tmlj.v4i2.204PENTINGNYA SURAT KETERANGAN PENDAFTARAN TANAH (SKPT) DALAM PROSES LELANG OBJEK HAK TANGGUNGAN
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/205
<p><em>The auction is a sale of general public goods by an oral and / or written bid that increases or decreases to achieve the highest price, preceded by the effort of collecting prospective buyers/auctions led by auction officials. The transfer of rights through auction can only be registered if it is proved by auction quotation quotes made by the auction official and at the auction of the object of mortgage, it is very necessary a certificate issued by the National Land Agency (BPN) in which the auction object is based on a written request from the Head of the Auction Office. The certificate in question is the Land Registration Certificate (SKPT). Land Registration Certificate is very important in the auction process of Mortgage Rights because it is a much needed requirement. In the certificate of registration the land explains the physical data and juridical data as well as the identity of the object of Mortgage Rights that will be in the auction and also to know the last condition of the status of the land. Function of Land Registration Certificate as the latest source of information on the right to land or Property Owned Up Unit Flats to be auctioned. Auction conducted without a Certificate of Land Registration then the auction is invalid and legally flawed, and the result is null and void. Because auction officials are prohibited from auctioning the object of Mortgage Rights if not equipped with Land Registration Certificate (SKPT)</em></p>Megawati Nur Putri
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234226527710.22487/tmlj.v4i2.205PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK PENGGANTI KARENA HILANG OLEH AHLI WARIS YANG DISEBABKAN OLEH BENCANA ALAM
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/206
<p><em>Land registration is essentially aimed at ensuring the right of the landowner. The publication of a certificate is a safeguard to the landowner of his rights to the land. Ownership of the land is hereditary, but if the certificate of ownership is lost, what evidence is used by the heirs in the process of issuing the replacement certificate, and what remedies it can do. In this paper using the type of legal research that is normative by finding the truth of coherence. Proof of ownership by the heirs is a certificate of inheritance endorsed by the sub-district or village head, in the process of issuing the replacement certificate lost due to natural disaster done first checking the physical data and juridical data and then held the announcement. If after 30 (thirty) days after the announcement of the issuance of a replacement certificate and no party has stated the objection then the Land Office will issue a replacement certificate that has been lost due to natural disaster</em></p>Faiqa Fatmala
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234227829010.22487/tmlj.v4i2.206KEWENANGAN PENYADAPAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NARKOTIKA DAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
http://195285.jxltd.asia/index.php/TMLJ/article/view/197
<p><em>Kewenangan Penyadapan Badan Narkotika Nasional Dalam Perspektif Undang-Undang Narkotika Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik</em><em>, </em><em>Benny Diktus Yusman</em><em> and </em><em>Syachdin</em><em>, rumusan masalah kewenangan Badan Narkotika Nasional dalam melakukan penyadapan untuk dijadikan alat bukti dan </em><em>a</em><em>pakah rekaman pembicaraan hasil penyadapan Badan Narkotika Nasional mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tujuan penelitian adalah </em><em>Untuk mengetahui</em><em> dan meng</em><em>kaji</em> <em>kewenangan Badan Narkotika Nasional dalam melakukan penyadapan untuk dijadikan alat bukti dan untuk mengetahui dan mengkaji rekaman pembicaraan hasil penyadapan Badan Narkotika Nasional mempunyai kekuatan pembuktian, menggunakan metode penelitian hukum doktrinal atau normatif dengan hasil penelitian menunjukan bahwa Badan Narkotika Nasional berwenang melakukan penyadapan berdasarkan undang-undang sepanjang ada indikasi dan bukti permulaan, dilakukan oleh penyidik BNN, ada izin atasan dan izin pengadilan negeri, dan pembuktian dipersidangan harus disertai dengan saksi ahli yang menerangkan hasil rekaman adalah asli bukan rekayasa rekaman, penyadapan penyadapan tidak bertentangan dengan hukum. Rekaman pembicaraan hasil penyadapan mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan KUHAP, hanya dianggap sebagai petunjuk, karena dapat dikategorikan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang merupakan perluasan dari alat bukti surat sebagai bahan untuk dijadikan petunjuk bagi hakim dalam membuktikan suatu perkara, hasil penyadapan sebagai petunjuk, karena dapat dikategorikan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang merupakan perluasan dari alat bukti surat. Disarankan Perlunya dibuat undang-undang tentang penyadapan sehingga ada sinkronisasi dalam penegakan hukum yang seragam, perlu diatur persyaratan penyadapan, termasuk audit pertanggungjawaban tentang kegiatan menyadap. Sehingga sekalipun tidak memerlukan izin pengadilan untuk perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak pidana khusus, sehingga perlu payung hukum.</em></p>Eka Agus Hidayat
##submission.copyrightStatement##
2020-07-232020-07-234212914510.22487/tmlj.v4i2.197